Destiny [Part One]

-Lee Eunri P.O.V-

“Eomma aku pulang!” seruku dari depan pintu rumah lalu aku segera berlari ke kamarku.

“Eunri, cuci mukamu dulu!” seru eomma yang baru saja keluar dari kamarnya dengan mengenakan duster pink kesayangannya.

“Ne..” jawabku asal tapi akhirnya aku hanya menaruh tas dan menyalakan laptopku. Aku membuka online game yang akhir-akhir ini sedang getol kumainkan, sebuah game Virtual World. Aku baru memainkannya selama 4 hari tapi aku sudah sangat tertarik akan game ini. Karena aku bisa berkenalan dengan orang-orang dari seluruh dunia, sungguh menyenangkan! Dan satu lagi yang membuatku tertarik, aku sangat berharap bisa menemukan ‘takdir’ku disini, walaupun kedengarannya bodoh, tapi aku sangat mendambakan hidupku akan berjalan seperti cerita-cerita yang ada di novel kesayanganku.

“Ehem! Eunri, kurasa lebih baik kau mandi. SEKARANG!!” teriak eomma yang tiba-tiba berada di depan pintuku. Aku terkejut lalu segera pergi ke kamar mandi.

Selesai menyegarkan badan, inilah waktunya! Nyalakan pendingin ruangan, pakai hoodie kesayanganku dan celana pendek yang biasa aku pakai dirumah lalu, saatnya aku bersenang-senang dengan game ini!

Aku tersenyum senang sambil melangkah ke kamarku. Tak lupa aku membawa satu kotak susu strawberry kesayanganku.

“Finally!” ujarku girang saat game ini selesai loading. Aku mulai menggerakan avatar buatanku. Aku membawanya pergi ke satu cafe dengan lokasi pada game berada di Paris. Aku mendudukan avatarku lalu memberinya makan.

Orang-orang lainnya juga ada yang datang dan duduk di cafe, ada pula yang meninggalkan tempat ini. Aku mulai memberi tanda plus kepada semua yang ada disitu karena aku bisa mendapatkan uang. Kulihat nama-nama mereka lalu tersenyum.

Tiba-tiba ada seorang laki-laki berjalan kearahku dan berdiri tepat di depanku yang sedang duduk.

“Hello.” sapa laki-laki itu melalui chat yang sudah disediakan oleh sang pembuat game.

Awalnya aku sempat bingung dengan siapa ia bicara, namun tak ada sahutan dari para pemain lain, jadi aku membalas sapaannya juga.

“Your username?” balas laki-laki itu dengan cepat. Dengan kemampuan bahasa inggris para orang korea yang dibawah rata-rata, aku merasa bersyukur dapat mengerti dan selalu mendengarkan songsaenim mengajar bahasa inggris. Setidaknya aku tahu seberapa pentingnya bahasa itu.

“Pumpkin.” balasku lalu balik bertanya tentang usernamenya. Karena username disini hanya dapat dipakai oleh satu orang, sehingga namanya tidak akan menjadi double.

“Me, LeeSM.” balasnya lagi. Aku menerka-nerka namanya, LeeSM? Apakah dia Lee Sooman sang pendiri SM Entertaiment yang terkenal akan artis-artis berkualitasnya?

“Where are you from?” tanya LeeSM lagi. “Korea.” jawabku, dengan cepat muncul kembali balasan chatnya dalam hangeul. “Aku juga.”

Aku langsung tersenyum senang, tak kusangka ia juga berasal dari Korea, ini akan mempermudah komunikasi kami.

“Tak kusangka kau orang Korea. Tidak banyak orang Korea memainkan game ini.” balasku.

“Memang, tapi kita bertemu. Hei, masukkan aku sebagai daftar temanmu.” jawab LeeSM.

“Baiklah, sebentar.” balasku lagi lalu menambahkannya sebagai daftar teman sehingga kami bisa chat secara lebih pribadi.

“Terima kasih, aku pergi dulu.” jawabnya lalu menghilang dari Cafe buatan ini.

Aku mendesah kecewa melihatnya pergi. Tapi tak lama kemudian aku tahu, aku tidak akan kehilangan dia karena aku sudah menjadi temannya! Aku tersenyum senang lalu melanjutkan permainanku.

___

Pelajaran olahraga yang sangat tidak kusuka!! Aku menjerit dalam hati sambil menghela nafas pelan.

“Seperti yang saja janjikan, hari ini kita akan mengadakan penilaian terhadap lari kalian. Kalian cukup berlari mengelilingi sekolah ini dua kali.” jelas Kim Songsaenim dengan suara kerasnya yang sangat khas.

Aku memberi wajah tanda tak percaya dengan penjelasan songsaenim tadi. Ia bilang cukup? CUKUP berlari dua kali?

“Sesuai nomor urut kalian, saya akan membagi kalian dalam 5 kelompok dimana dalam satu kelompok terdapat 7 orang.” jelas Kim Songsaenim lagi. Bagus, aku berada dalam kelompok pertama. Berjuanglah Lee Eunri!

“Dari setiap kelompok, yang berlari paling lamban, mereka harus menyapu halaman sepulang sekolah!” Kim Songsaenim lalu mulai menyuruh kami membentuk kelompok. Aku tahu pasti kalau aku akan menjadi orang berada di urutan paling belakang.

“Kelompok satu, silahkan berdiri di depan gerbang sekolah, saat peluit saya tiupkan, silahkan berlari.” serunya, satu menit kemudian, ia meniupkan peluitnya dengan sangat keras.

Akupun mulai berlari, sedikit aku menyesali kenapa sekolahku begitu luas. Saat putaran kedua, aku mulai tidak sanggup berlari lagi, dengan langkah pelan dan berusaha mengatur nafas, tiba-tiba seorang pria yang mengenakan jas rapi menubrukku sehingga aku menjadi limbung. Untung saja, Lee TaeHee, teman sekelasku menahanku. Tak lama kemudian TaeHee mulai berlari lagi, akhirnya aku pun berada di urutan paling belakang.

“Mianhae.” ujar pria tadi, aku melihatnya sekilas. Cih, pria rapi yang menggunakan kacamata, sama sekali bukan tipeku.

Aku tak menghiraukannya dan melanjutkan lariku.

___

Seperti rutinitasku sepulang sekolah, aku akan mandi lalu memainkan laptopku. Walaupun besok ada ulangan, setidaknya aku bisa bersantai karena tanpa belajar mata pelajaran yang paling dibenci oleh para murid itu, aku akan mendapatkan nilai bagus. Bukannya aku sombong, tapi rumus-rumus tidak masuk akal itu sudah kuhafal diluar kepala. Aku juga bingung kenapa orang selalu berkata ‘diluar kepala’ padahal semua itu ada di dalam kepala kita.

“Hh.. Lee tidak online..” ujarku pelan saat melihat nama ‘LeeSM’ gelap, artinya ia tidak online.

Aku terus memainkan laptop kesayangan hadiah ulang tahunku sampai appa memanggilku keruang makan.

“Ne, appa?” tanyaku saat sampai di ruang makan. Appa yang sedang duduk di ruang makan menoleh padaku.

“Bisa kau antarkan dokumen ini ke kantor appa? Appa merasa kurang enak badan. Sepertinya tidak dapat konsentrasi menyetir.” ujar appa dengan wajahnya yang sangat lesu.

Aku tersenyum lalu mengambil dokumen itu. Aku memilih naik subway yang stasiunnya lumayan jauh dari rumahku, karena aku masih ragu dengan kemampuanku mengendarai mobil.

Sesampainya di kantor appa, waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, di lapangan parkir kantor perusahaan yang kurang kumengerti apa usahanya, hanya tersisa beberapa mobil.

Aku melangkahkan kakiku kedalam kantor yang sudah beberapa kali aku masuki ini.

“Permisi agassi, ada yang bisa saya bantu?” ucap seorang resepsionis muda dengan sopannya.

“Saya mau memberikan dokumen dititipan ini.” jawabku dengan sopan juga.

“Atas nama siapa?” tanya resepsionis itu tersenyum, aku merasa diperlakukan seperti anak kecil, tapi aku tahu  kalau resepsionis yang sudah bekerja selama 8 tahun itu adalah orang yang sangat baik.

“Lee SeungDae.” jawabku sambil menyebutkan nama appaku.

“Oh? Lee SeungDae-ssi? Dokumen darinya sudah ditunggu Direktur di kantornya, kau bisa langsung ke ruangannya.” jelas sang resepsionis, akupun langsung pergi ke kantor direktur setelah diberi petunjuk arah.

Tok Tok.

Kuketuk pelan pintu ruangan sang direktur, kudengar ada sahutan kecil dari dalam ruangan dan akupun segera masuk kedalam.

Baru pertama kali aku melihat direktur perusahaan ini. Awalnya kukira direktur nya akan tua dan berkumis putih, tapi ternyata direkturnya masih sangat muda dan tampan. Dengan jas hitam dan kemeja putih, sangat biasa memang, tapi sangat cocok dikenakan olehnya.

“Ada urusan apa?” tanya sang direktur, diatas meja nya terdapat papan nama bertuliskan “Lee SungMin”

“Ah.. Saya mau menyerahkan dokumen titipan Lee SeungDae-ssi.” ucapku seraya berjalan kearah mejanya, aku agak takut menatap matanya, karena tatapan Direktur bernama Lee Sungmin ini sangat tajam dan bisa membuat jantung perempuan manapun berdegup kencang.

“Kemarikan.” balasnya singkat. Akupun memberikan dokumen itu, ia membuka dokumen itu lalu membacanya beberapa saat dan menatap mataku tajam.

Aku gugup dilihatnya seperti itu tapi ia malah mencondongkan mukanya lalu berkata, “Maaf untuk tadi siang.”

Aku langsung menatapnya bingung, tadi siang? Aku  berpikir sejenak dan mengingat-ingat kejadian apa saja yang kualami tadi siang.

“Aha!! Anda yang menabrakku tadi siang?” tanyaku dengan wajah berseri-seri, ternyata ingatanku tidak buruk juga walaupun sudah sering terbentur pada waktu kecil.

“Ya.” jawabnya singkat. Aku tidak tahu harus membalas apa atas jawaban singkatnya dan akhirnya aku hanya diam. Tidak kusangka, pria berkacamata yang kubilang bukan tipeku ternyata pria tampan yang merupakan atasan appa. Aku pun menunduk.

“Kau tidak mau pulang?” tanyanya.

“Eh? Saya boleh pulang?” tanyaku balik.

“Tentu saja. Kau mau disini bersamaku?” tanyanya tepat sasaran, aku menunduk malu, siapa yang mau meninggalkan pria yang membuatmu tertarik padanya?

“Pulanglah, sudah malam. Titip salam untuk appamu.” katanya yang lebih mirip perintah. Aku pun langsung keluar dari ruangannya setelah mengucapkan hormat. Dia tahu kalau aku adalah anak appa? Aku pulang dengan tanda tanya malam itu.

___

Tidak ada yang lebih nyaman dibandingkan main game favoritku di akhir pekan seperti ini. Appa dan eomma sedang pergi berbelanja, tinggallah aku sang anak tunggal dirumah dengan laptop kesayangannya.

“Lee online!!” seruku sendiri tanpa sadar.

Aku pun langsung mengajaknya private chat.

Pumpkin: Annyeong Lee ^^

LeeSM: Annyeong pumpkin~

Pumpkin: Kemarin kau tidak online.

LeeSM: Maaf, aku kemarin sibuk ^ ^ bagaimana kabarmu?

Pumpkin: Arraseo, baik-baik saja. Kau?

LeeSM: Aku juga. Kemarin aku bertemu dengan anak bodoh.

Pumpkin: Bodoh? Seperti apa?

LeeSM: Aku tahu kalau dia tertarik padaku, tapi dia berpura-pura cuek.

Pumpkin: Dia menjaga image. Haha.. ^^

LeeSM: Mungkin saja. Hei avatarmu bagus ^^

Pumpkin: Gomawo, aku menghabiskan banyak uang untuk membeli bajunya. avatarmu juga keren.

LeeSM: Terima kasih, ini benar-benar style bajuku~

Pumpkin: Aku suka style mu ^^

LeeSM: Haha ^^ Aku butuh teman mengobrol~

Pumpkin: Memangnya aku bukan teman mengobrolmu?

LeeSM: Ya ya ^^

Pumpkin: Ngomong-ngomong, namamu siapa?

LeeSM: Namaku LeeSM~

Pumpkin: Aku juga tahu itu. Nama aslimu, maksudku.

LeeSM: Haha, aku lupa namaku…

Aku mengernyit heran. Mwo? Lupa? Lucu juga dia..

Pumpkin: Bohong kalau kau lupa. Arraseo, aku tidak memaksa. Tapi jangan komplen jika aku tidak memberi tahu namaku juga.

LeeSM: Tidak masalah, biarlah kita tahu nama satu sama lain pada waktu kita bertemu secara langsung.

Langsung? Artinya… aku akan bertemu dengannya? Aku tersenyum senang, mungkin aku ini sangat bodoh karena berteman dengan orang yang keberadaannya sangat tidak kuketahui. Bisa saja aku diculik olehnya, tapi entah kenapa akal sehatku setengahnya tidak berfungsi.

Pumpkin: Memangnya kapan kita akan bertemu secara langsung?

Aku mulai tidak sabar menanti jawabannya tapi di layar laptopku, sama sekali tidak menunjukkan adanya pesan baru dari ‘LeeSM’

Hhh.. Aku mendengus pelan, rupanya aku sudah tertarik pada orang asing ini. Apa mungkin… ini adalah takdir yang kunantikan? Aigo, Lee Eunri babo! Takdir itu memang ada, tapi kenapa takdirku seorang yang sepertinya sulit kujangkau.

Masih tak ada balasan dari Lee sampai akhirnya tanda ‘online’ di profilnya berubah menjadi ‘offline’.

Aku mendesah kecewa lalu segera mematikan laptopku.

___

“Kalian sedang berada di tahun terakhir di SMA ini, bagaimanapun sudah banyak yang mempersiapkan dengan matang Ujian Kelulusan. Program penambahan jam pelajaran akan diadakan mulai minggu depan. Perpustakaan sekolah juga akan dibuka 24 jam! Siapkan diri kalian untuk Ujian Kelulusan 3 bulan mendatang! Belajarlah dengan giat!!”

Suara Kepala Sekolah Shin menggema di ruang kelasku yang sunyi, aku menguap dengan diam-diam dibalik jaketku, sudah ke-5 kalinya ia mengatakan hal ini.

Setelah Kepala Sekolah Shin keluar dari kelasku yang kebetulan sedang pelajaran ‘self-study’ , semua murid kelasku langsung ribut dan beberapa diantara mereka menghampiriku.

“Eunri-ya, aku tahu itu sangat pintar. Bisakah kau mengajariku di pepustakaan sepulang sekolah nanti?” kata Taekyung, teman sekelasku yang otaknya pas-pasan.

Murid- murid lain juga berkata hal yang sama seperti yang Taekyung katakan padaku. Awalnya aku malas untuk mengajari mereka, karena aku tahu aku harus menghabiskan 5 jam waktu bersantaiku dirumah hanya untuk mengajari mereka. Tapi demi pertemanan dan perjuangan sesama kelas, akupun menyetujui ajakan mereka.

“Baiklah, aku akan mengajari kalian. 15 menit sepulang sekolah kalian sudah harus ada di perpustakaan.” ujarku setengah mengatur, tapi inilah konsekuensinya bila kau meminta dari seorang yang tidak akan segan-segan dalam bertindak.

___

Sepulang sekolah, secepat mungkin aku pergi ke mini-market yang letaknya tak jauh dari rumahku untuk membeli makanan pengganjal perut.

Saat aku sedang memilih-milih rasa roti apa yang akan kubeli, suara yang tak begitu asing terdengar.

Aku menoleh kearah sumber suara tersebut, dan benar saja. Lee Sungmin, sedang menelpon dengan nada marah-marah. Kenapa ia bisa ada disini? Seoul begitu luas dan kenapa aku bisa bertemu dengannya? Dasar takdir ini… Sebelum laki-laki itu menyadari keberadaanku, dengan cepat aku mengambil roti rasa pisang lalu membayarnya di kasir.

“Kau baru pulang sekolah?”

Great. Ia menangkap keberadanku di meja kasir.

Aku tersenyum kaku lalu menjawab sekenanya. “Kau memang harus belajar keras, kau kan sudah mau masuk Perguruan Tinggi.” ujarnya.

Aku mengambil dompet dari tas sekolahku lalu berbalik bertanya padanya, “Tahu darimana aku sudah berada di kelas 3?”

Ia tertawa singkat lalu menaruh belanjaannya di kasir. “Kita dulu sering bermain bersama, kau ingat?”

Aku menatapnya tak percaya. “Mwoya? Kapan kita pernah bermain bersama?”

“Tidak sering juga, aku baru ingat, kita cuma pernah bertemu 2 kali dulu. Saat itu kau masih dikuncir dua dan pipi mu itu seperti mau jatuh ke lantai.” jawab Sungmin, sepertinya sikap bawel nya ini tidak kutemukan sewaktu bertemu dengannya dua hari lalu.

“Aku tidak ingat.” jawabku singkat lalu mengambil roti bungkus ku. “Aku harus kembali ke sekolah. Sampai Jumpa..”

Sebelum keluar dari minimarket itu, aku tak sengaja menatap tatapan matanya yang tajam itu. Seketika itu juga, jantungku berdegup tak karuan.

___

Aku tertarik pada dua orang sekaligus. Itulah yang kusimpulkan, bila ada dirumah, aku akan mati-matian menunggu Lee, dan bila bertemu dengan Lee Sungmin, atasan appa, aku merasa jantungku tidak bekerja dengan baik. Kenapa tatapan  Lee Sungmin-ssi begitu memikat? Tatapan matanya, sungguh, sangat suka kulihat. Lalu kenapa  juga Lee membuatku penasaran setengah mati dengan sosoknya yang misterius?

“Eunri?” panggil seorang gadis berambut bob yang murupakan teman sekelasku. aku tersadar dari lamunanku. “Ada apa?”

“Aku tidak mengerti nomor 5 ini.” katanya pelan.

“Oh yang ini… Kau harus kalikan terlebih dahulu dengan akar ini, kalau sudah, samakan kedua angka ini. Kurasa kau tahu bagaimana cara menyamakannya, kalau sudah, barulah kau bagi dengan angka 3,5 ini. Begitulah. Kau mengerti?” jelasku.

“Akan kucoba dulu..” jawabnya lalu mulai asik dengan dunia angka itu.

Drrt.. Drrt..

Handphone ku yang di silent bergetar, aku mengangkatnya, dari Eomma.

“Yeoboseyo… Ne, aku di perpustakaan sekolah…. Tidak usah… Setengah jam lagi aku akan pulang. Ne… Annyeong.”

Aku melirik jam di handphoneku, sudah menunjukkan pukul 10 malam, mataku mulai terasa berat. Tapi tidak dengan anak-anak kelas 3 yang sedang belajar mati-matian.

Setengah jam berlalu, setelah beberapa murid selesai mengerjakan soal yang aku berikan, mereka pulang. Ada pula yang belum selesai mengerjakan soal itu, tapi aku pamit dulu kepada mereka untuk pulang. Eomma dan appa sangat khawatir bila aku pulang malam tapi aku malah memilih untuk naik subway.

Dalam perjalanan ku menuju subway, sebuah mobil tiba-tiba melaju kencang hingga mencipratkan genangan air di pinggir jalan itu ketubuhku. Seketika itu amarahku memuncak, ingin rasanya aku mengejar mobil sialan itu lalu membareti mobil itu.

Dengan langkah menghentak hentak, aku berjalan. Tapi sebuah mobil (lagi) kini berhenti tepat di samping ku. Aku memperhatikan mobil hitam tersebut, sangat mengkilap dan elegan. Tiba-tiba kaca mobil tersebut terbuka, dan munculah muka yang selalu membuat jantungku berdegup kencang.

“Naik.” kata Sungmin singkat.

Aku masih menatapnya heran. “Kubilang naik.” katanya ulang.

Aku pun berjalan kearah pintu penumpangyang berada di samping pengemudi. “Boleh aku duduk?” tanyaku segan.

“Kalau tidak boleh untuk apa aku menyuruh mu naik? Untuk mendorong mobilku? Tentu tidak, cepat duduk!” jawabnya seakan menyudutkanku.

Akupun segera duduk tanda ba-bi-bu lagi, belum sampai satu detik aku menutup pintuku, mobil yang dikendarai Sungmin sudah melaju kencang membelah keramaian kota.

“Aku cukup khawatir dengan keadaan anak SMA yang suka bunuh diri.” katanya tiba-tiba, memecah keheningan kami selama 3 menit.

“Maksudmu?” tanyaku tak mengerti.

“Anak SMA sepertimu pasti akan belajar keras untuk Ujian Kelulusan, tapi kalau tidak lulus atau putus asa mereka akan bunuh diri. Aku hanya khawatir kalau kalau saja kau akan pergi bunuh diri tadi.” jelasnya tak masuk akal.

“Lalu, kau akan menjemput semua murid SMA yang kau temui di jalanan?”

“Tidak juga, paling tidak yang kukenal. Aku juga kasihan melihat keadaanmu yang kotor dengan baju seragammu yang basah itu. Kalau kulihat, kau lebih cocok menjadi model majalah daripada murid SMA yang rajin.” jawabnya.

“Aku? Model majalah? Tidak sama sekali, apa bagusnya aku?” tanyaku dengan nada merendahkan diri sendiri.

“Jangan begitu, setidaknya tidak terlalu buruk, apalagi rambut, mata dan senyummu bagus.” jawaban singkat Sungmin berhasil membuatku malu. Apakah dia begitu pintar dalam membuat wanita jatuh hati padanya?

“Sudah sampai.” kata Sungmin sambil mengerem mobilnya pelan.

Aku segera turun dan mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya.

“Maaf kalau aku membuat mobilmu kotor..” ujarku membungkuk.

“Sopirku akan membersihkannya nanti.” jawab Sungmin. “Sampai jumpa, belajarlah yang rajin.” lalu Sungmin pun pergi.

___

Tinggal dua setengah bulan lagi menjelang ujian kelulusan dan aku semakin getol dikejar oleh para teman-temanku, mereka memintaku untuk mengajari mereka sehingga waktu tidurku berkurang dan aku sudah tidak punya waktu untuk beristirahat dan sekedar online. Appa dan eomma pun ikut khawatir akan keadaanku tapi demi tahun terakhir di masa masa sekolahku, akupun rela sampai harus menginap di perpustakaan sekolah.

“Maaf ya, Eunri. Karena kami, kau jadi kurang istirahat.” ujar TaeHee sambil memberikan segelas coklat panas.

“Gomawo, cuaca hari ini memang agak dingin. Aku harap, kalian juga tidak lupa akan kesehatan sendiri.” ujarku tersenyum.

“Tidak masalah, kami bisa menjaga diri sendiri kok.” kata TaeHee sambil tertawa kecil lalu pergi kearah rak buku tentang penelitian ilmiah.

Aku tersenyum melihat kebaikan teman-temanku ini. Sambil menunggu mereka mengerjakan soal, aku memainkan smartphone keluaran terbaru dari Samsung yang diberikan appa dua bulan yang lalu. Waktusudah menunjukkan pukul 11 malam dan kau merasa mataku mulai berat.

Akupun menyesap coklat panas pemberian TaeHee, untung saja di perpustakaan sekolahku terdapat sebuah kantin atau bisa juga disebut sebagai pantri kecil, sehingga kami bisa memasak makanan instan.

“Eunri? Kau sepertinya sudah mengantuk ya?” tanya Park ChoonHee, salah satu siswin teladan dari kelas sebelah. Kami cukup dekat karena kami sama sama mengikuti jalur beasiswa dan sering melakukan pelajaran tambahan bersama.

“Sepertinya… ya, aku tidak terbiasa tidur diatas jam 11 seperti ini. Apalagi otakku dipakai seharian ini.”  keluhku.

“Tidur saja, aku bisa mewakili kau untuk mengajar mereka. Sepertinya Soohyun oppa akan datang kemari untuk menemaniku.” ujarnya sambil tersenyum manis menyebut nama pacarnya, Soohyun yang merupakan anak kuliah dan lebih tua 2 tahun dari umurnya.

“Soohyun oppa juga akan membantuku.” lanjutnya.

“Baiklah, aku akan tidur sebentar, untung saja besok libur.” balasku.

“Baiklah, selamat malam.” katanya lalu pergi meninggalkanku yang kebetulan duduk di ujung perpustakaan.

“Gomawo..” balasku pelan lalu aku mengeluarkan boneka teddy bear berwarna pink kesayanganku yang akan ku alih fungsikan menjadi bantal.

___

PAGI harinya, saat aku membuka mata, para murid masih ada yang tertidur, dan ada juga yang sudah mulai belajar lagi. Saat aku hendak berdiri untuk merengganggkan otot otot tubuhku yang pegal, sebuah benda yang ternyata adalah selimut kecil tapi tebal jatuh di bangku yang aku duduki semalaman.

Aku menatap heran selimut itu, siapa yang menaruhnya? Tapi kemudian mataku menangkap sepucuk surat berwarna pink yang terletak di atas meja tak jauh dari tempatku tidur lagi. Merasa surat itu ditujukan khusus untukku, akupun mengambilnya dan mulai membacanya.

Temui aku di Cafe Bon Francis jam 8 pagi, jangan telat dan jangan sampai sakit. Satu lagi, jangan lupa untuk membawa selimut itu.

Lee Sungmin

-TBC-

Annyeong, author back! Kali ini author lebih menerapkan kehidupan ‘asli’ orang Korea. Semoga perubahannya bener-bener keliatan ya~^^

Please wait until the next part. ♥

One response to “Destiny [Part One]

Leave a comment